TEMPO.CO, Gunung Kidul - Sebanyak 80 mahasiswa dan aktivis lingkungan memprotes upaya kerusakan pesisir dan karst di Yogyakarta akibat masifnya pembangunan resor di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewat Yogyakarta. Mahasiswa dan pegiat lingkungan berkemah di Pantai Watukodok, Gunung Kidul, yang kini dikuasai pengusaha untuk kawasan resor.
Baca juga: Kabupaten Trenggalek Bertekad Menjaga Ekosistem Karst
Pengusaha PT Suara Samudera Selatan hendak membangun resor di kawasan seluas 7 hektare itu. Kedatangan perusahaan itu menimbulkan persoalan dengan penduduk setempat. Pengusaha menyatakan telah memiliki surat rekomendasi tata ruang dari Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul dan surat kekancingan dari Penghageng Tepas Panitikismo atau Panitikismo.
Dalam struktur Keraton Yogyakarta, Panitikismo berwenang mengurus Sultan Ground atau tanah milik Keraton Yogyakarta. Tapi, warga yang tinggal di Watukodok, Desa Kemadang, Gunung Kidul menolak tanah mereka diambil.
Baca juga: Asap Rokok Penyebab Hilangnya Lukisan Prasejarah dalam Gua Karst
Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera, mengatakan kemah di Watukodok yang dikemas dalam kegiatan Youth Climate Camp itu bertujuan membangun pemahaman dan memperluas gerakan lingkungan khususnya anak muda. "Kami mendorong lahirnya kebijakan yang berpihak pada rakyat dan lingkungan hidup," kata Halik, Ahad, 9 Desember 2018.
Kegiatan yang digelar pada 7-9 Desember itu juga diisi dengan menanam pohon cemara udang di pesisir Watukodok. Mahasiswa juga membentangkan spanduk sepanjang 12 meter dengan tema keadilan iklim dan jaga karst untuk kehidupan.
Menurut Halik, saat ini maraknya proyek pembangunan wisata skala besar di Gunung Kidul mulai merambah kawasan Karst Gunung Sewu yang merupakan kawasan lindung geologi.
Karst selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan air juga sebagai penyerap karbondioksida karena adanya proses pelarutan batu gamping atau disebut karstifikasi. Kerusakan bentang alam karst akibat ekspansi pembangunan berdampak pada berkurangnya fungsi karst sebagai penyerap karbon.
Baca juga: Museum Apung di Tebing Karst Menarik Perhatian Publik